BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Iman memiliki pengaruh signifikan dalam meluruskan
kepribadian seseorang dan membersihkan dirinya dari kecenderungan pada
kebejatan atau kekejian. Ia menjadi stimulus terkuat yang membuat seseorang
untuk menjahui berbagai bentuk perilaku kejahatan dan hal-hal terlarang, di
samping menjadi motifator terbesar yang menggugahnya untuk memperbanyak
berbagai bentuk kebajikan dan kebaikan . seseorang mukminsejati dengan demikian
akan menjauhkan diri dari berbagai kenistaan dan dosa sebab ia meyakini dengan
keyakinan yang teguh bahwa allah maha memperhatikan dirinya dalam segala situsi
dan kondisinya.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memahami
pengertian dari iman
2. Apa
pengaruh iman dalam kehidupan
3. Sebagai
penambah ilmu bagi penulis dan pembacanya.
C.
RUMUSAN
MASALAH
Adapu
yang dapat penulis rumuskan dalam makalah ini adalah apa pengertian iman dan
bagaimana pengaruhnya pada pribadi dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
IMAN (AKIDAH)
Yang dimaksud aqidah dalam bahasa arab, menurut etimologi
adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian karena ia mengikat dan menjadi
sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknisnya adalah iman
atau keyakinan.
Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti
'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) --
yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan
lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian
iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar
ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu
diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Karena itu iman yang membuat rasa
aman dan membuat orang mempunyai amanat itu tentu lebih dari sekedar percaya,
dalam arti sekedar percaya adanya tuhan. Jika hanya percaya dengan adanya tuhan
semata, setan yang terkutuk pun percaya kepada tuhan, bahkan iblis sempat
berdialog dan berargumentasi langsung dengan tuhan. Pengertian iman sebagai
percaya tanpa ada konsekuensi yang nyata bias berarti tak bermakna, sebab salah
satu wujud rasa iman adalah sikap hidup yang memandang tuhan sebagai tempat
menyandarkan diri dan menggantungkan harapan. Oleh karena itu konsistensi iman
ialah husnuzhan, yang berarti baik sangka, yakin sikap optimis kepada tuhan,
serta kemantapan kepadanya sebagai yang mahakasih dan mahasayang.
1.Iman Kepada Allah
Iman menurut bahasa berarti keyakinan atau kepercayaan,
sedangkan menurut istilah berarti kepercayaan tentang adanya Allah sekaligus
membenarkan apa saja yang datang dari Allah dengan cara meyakini dalam hati,
menyatakan dengan lisan, dan membuktikan dengan amal nyata.
Iman kepada Allah Swt berarti meyakini dalam hati sifat-
sifat kesempurnaan Allah yang maha suci dari sifat-sifat kekurangan,
ditunjukkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan.
Allah, zat yang maha mutlak itu menurut ajaran islam,
adalah tuhan yang maha esa. Segala sesuatu mengenai tuhan disebut dengan
ketuhanan. Ketuhanan yang maha esa menjadi dasar Negara republic Indonesia.
Menurut osman raliby ajaran islam tentang kemaha esaan
tuhan adalah sebagai berikut:
a. Allah
maha esa dalam zatnya.
b. Allah
maha esa dalam sifat-sifatnya.
c. Allah
maha esa dalam perbuatan-perbuatannya.
d. Allah
maha esa dalam wujudnya.
e. Allah
maha esa dalam menerima ibadah.
f. Allah
maha esa dalam menerima hajat dan hasrat manusia.
g. Allah
maha esa didalam memberikan hukum.
2. Iman Kepada Malaikat Allah
Malaikat adalah makhluk yang hidup di alam ghaib dan
senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Malaikat sama sekali
tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah sedikit pun. Diciptakan dari
cahaya dan diberikan kekuatan untuk mentaati dan melaksanakan perintah dengan
sempurna.
Rasulullah
Shallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
ٓخُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةِ مِنْ
نُوْرٍِوَخُلِقَ الْجاَنُّ مِنْ ماَرِجٍِ مِنْ ناَرٍِوَخُلِقَ ادَمُ مِمَّاوُصِفَ لَكُمْ
”Malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan adam
’Alaihissalam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian.”i
Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman,
”Dan
kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang
di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada
(pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada
henti-hentinya.”ii
Dalam
ajaran agama islam terdapat 10 malaikat yang wajib kita ketahui dari banyak
malaikat yang ada di dunia dan akherat yang tidak kita ketahui yaitu antara
lain :
a. Malaikat
Jibril yang menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan rasul.
b. Malaikat
Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia.
c. Malaikat
Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari
kiamat.
d. Malaikat
Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.
e. Malikat
Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur.
f. Malaikat
Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
g. Malaikat
Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik
manusia ketika hidup.
h. Malaikat
Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk /
jahat manusia ketika hidup.
i.
Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga
pintu neraka.
j.
Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga
pintu sorga / surga.
Iman
kepada Malaikat adalah yakin dan membenarkan bahwa Malaikat itu ada, diciptakan
oleh Allah SWT dari cahaya / nur.
3. Iman Kepada Kitab Allah
Kitab Allah ialah wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada
para Rasul untuk diajarkan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan pedoman
hidup.Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu agar digunakan sebagai pedoman
hidup bagi seluruh manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridhai-Nya
Jadi, iman kepada kitab-kitab Allah SWT adalah mempercayai
dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah menurunkan
kitab-kitab-Nya kepada rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan dan diajarkan
kepada umat manusia.
4. Iman Kepada Rasul Allah
Beriman kepada rasul-rasul Allah maksudnya adalah
membenarkan dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah mengutus pada
tiap-tiap umat, seorang rasul yang mengajak umatnya menyembah Allah semata dan
mengingkari sesembahan selain-Nya sebagaimana firman Allah, “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus para rasul pada tiap-tiap umat (yang menyerukan),
‘Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut…’” (QS. An-Nahl: 36).
Allah Ta’ala selalu mengutus seorang rasul atau nabi kepada
setiap umat sebagai pembawa peringatan kepada kaumnya, baik dengan membawa
syari’at khusus, atau dengan membawa syari’at sebelumnya yang diperbaharui.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, dan tidak ada
suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (QS.
Fathir: 24).
5. Iman Kepada Hari akhir
Orang Muslim menyakini dunia ini mempunyai saat terakhir di
mana ia berhenti padanya. Kemudian datang kehidupan kedua, yang tidak mempunyai
penghabisan, yaitu hari lain di negeri akhirat. Pada hari tersebut, Allah
Ta’ala membangkitkan semua makhluk, mengumpulkan mereka semua kepada-Nya untuk
dihisab orang-orang baik dibalas dengan kenikmatan abadi di surga, dan orang
jahat dibalas dengan siksa yang menghinakan di neraka.
Hari Kiamat didahului dengan tanda-tandanya, seperti
keluarnya Al-Masih Ad-Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, turunnya Nabi Isa Alahis
Salam, keluarnya hewan besar, kemunculan matahari dari barat, dan tanda-tanda
lainnya. Dilanjutkan dengan peniupan sangkakala kebangkitan dan berdiri di
hadapan Allah, Tuhan semesta alam. Dilanjutkan lagi dengan pembagian buku
catatan amal perbuatan. Ada orang yang menerimanya dengan tangan kanan dan ada
orang yang menerimanya dengan tangan kiri. Kemudian dilanjutkan dengan
peletakan timbangan, dilanjutkan dengan proses penghisaban(perhitungan), dan
dilanjutkan dengan pemasangan titian. Dan rentetan ini berakhir dengan
menetapnya penghuni surga di surga, dan menetapnya penghuni neraka di neraka.
Orang Muslim menyakini itu semua berdasarkan dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil
akal.
6. Iman Kepada qadha dan Qadar
Qada adalah keputusan yang sudah ada sebelum adanya dunia
sedangkan Qadar adalah keputusan Allah setelah manusia dilahirkan.
Qadar bersifat lebih dulu keberadaannya dan qadar bersifat
baru atau kemudian. Ungkapan iman kepada qada dan qadar sering disebut iman
kepada takdir yang bermakna mempercayai secara sungguh-sungguh terhadap segala
ketentuan dan ketetapan Allah yang berlaku bagi semua ciptanNya. Ketentuan
tersebut adalah baik yang telah terjadi, sedang terjadi, akan terjadi.
Percaya kepada takdir Allah hendaknya dipahami dan diyakini
dengan hati-hati dan didasari dengan iman yang kukuh, pengetahuan yang luas,
dan ikhlas sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang salah atau terhindar dari
akidah yang menyesatkan. Disamping itu, iman kepada takdir tidak boleh
menimbulkan sikap malas bekerja, apatis, acuh tak acuh, dan tidak mau berusaha.
Kesalahan memahami takdir akan menimbulkan anggapan bahwa manusia itu ibarat
robot sehingga tidak mempunyai daya kekuatan dan kekuasaan sedikit pun.
B.
APA
PENGARUH IMAN TERHADAP BRIBADI DAN MASYARAKAT
Iman memiliki
pengaruh signifikan dalam meluruskan kepribadian seseorang dan membersihkan
dirinya dari kecenderungan pada kebejatan atau kekejian. Ia menjadi stimulus
terkuat yang membuat seseorang untuk menjahui berbagai bentuk perilaku
kejahatan dan hal-hal terlarang, di samping menjadi motifator terbesar yang
menggugahnya untuk memperbanyak berbagai bentuk kebajikan dan kebaikan .
seseorang mukminsejati dengan demikian akan menjauhkan diri dari berbagai
kenistaan dan dosa sebab ia meyakini dengan keyakinan yang teguh bahwa allah
maha memperhatikan dirinya dalam segala situsi dan kondisinya.
- Iman Dan Emansipasi Harkat Kemanusiaan
Sudah
merupakan pengetahuan umum dan baku di kalangan muslim bahwa manusia, menurut
kitab suci adalah puncak ciptaan tuhan dan mahluknya yang tertinggi. Ini
melukiskan betapa tingginya harkat dan martabat kemanusiaan. Tetapi dalam
rangkaian iman itu pula disebutkan bahwa manusia bias menurunkan derajatnya
menjadi serendah-rendahnya makhluk, kecuali mereka beriman dan berbuat
kebaikan.
Jika kita
perhatikan kembali secara seksama urutan keterangan dalam kitab suci, kita
dapat menyimpulkan bahwa manusia,menurut kejadian asalnya (fitrahnya), adalah
makhluk mulia.tetapi karena berbagai hal yang muncul akibat kelemahanya
sendiri, manusia bias menjadi makhluk yang paling hina. Manusia akan
terselamatkan dari kemungkinan itu hanya jika memiliki semangat ketuhanan dan
berbuat baik terhadap sesamanya.
Dalam
kenyataan historis, perjuangan untuk mendapatkan dan mempertahankan harkat dan
martabat kemanusiaan merupakan ciri
domain deretan pengalaman hidup manusia sebagai makhluk social.
- Kebaktian, Ketaqwaan Dan Keimanan
Kebaktan
(al-birr) merupakan penyempurna keimanan, bahkan ia adalah iman itu sendiri.
Karena itu, ketika ada seseoarang yang mendatangi abu dzarr dan mrnanyakan
ikhwal keimanan, ia menjawab bahwa iman adalah kebaktian. Ketika si penanya
tidak puas dengan jawaban tersebut dan menyatakan bahwa bukan itu yang ia
tanyakan, melainkan keimanan abu dzarr pun menjelaskan kepadanya bahwa dahulu
ada seorang laki laki menghadap rasulullah dan mengajukan pertanyaan persis
seperti yang ia tanyakan, dan beliau menjawab bahwa iman berarti kebaktian.
Kemudian menyitir ayat:”bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan barat
itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada allah, hari kemudian , malaikat-malaikat, nabi-nabi, dan memberikan
harta yang di cintainya kepada kerabatnyaanak anak yatim, orang-orang miskin,
musyafir dan orang-orang yang meminta-minta dan hamba sahaya, mendirikan
sholat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan,
mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa,”(qs. Al-baqoroh (2): 177).
Meskipun
iman merupakan keyakinan teguh tanpa kebimbangan bahwa allah itu ada dan
mengutus rasul rasulnya dan memberikan petunjuk-bagi manusia melalui
kitab-kitabNya sebagai pedoman dan kemaslahatan dunia dan aqirat. Namun
keimanan itu belum sempurna bila belum di iringi dengan aktualisasi seperti
rukun rukun islam.
Selain itu keimanan juga belum
sempurna jika pemiliknya belum mampu menentang hawa nafsunya.
- Perbedaan Grafik Keimanan
Iman berarti
komitmen kuat untuk membenarkan segala yang di informasikan rasulullah , dari
aspek ini, iman tidak mengalami pembantahan atau penurunan atau penambahan ,
menuru para ulama iman tidak akan sempurna kecuali di sertai dengan amal maka
tingkat keimanan manusia menjadi berbeda beda sesuai amal amal yang meraka
jalani.
Rasulullah
bersabda yang artinya sbb:
“Kaum mukmin yang paling
sempurna imannya adalah mereka yang paling bagus pada ahlakhnya”.
Pengunaan
gaya bahasa dalam hadist ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keimanan
antar manusia sesuai dengan amal-amal saleh yang mereka kerjakan.
Dalil lain
yang menunjukkan perbedaan tingkat keimanan antar manusia sesuai pengaruh yang
di timbulkan dalam diri mereka. Banyak sekali diantara cabang-cabang iman
diantaranya adalah malu. Rasulullah bersabda yang artinya:
Iman ada enam puluh sekian
cabang, dan malu adalah salah cabang dari iman.(HR. al-Bukari)
- Iman Dan Peneladanan Rasulullah
Iman
memiliki pengaruh besar dalam hati orang mukmin ia menuntun seseorang untuk
meneladani dalam menghiasi diri dengan akhlak yang mulia hal itu merupakan
mahabah pada allah dan rasulnya yang mewujudkan kesempurnaan iman.
Rasullullah
bersabda yang artinya sbb:
“Demi dzat yang diriku dalam
genggaman tangan kuasanya tidak beriman satu persatu kalian sampai aku lebih di
cintainya dari pada kedua orang tua dan anaknya”.
Rasullullah
adalah sumber teladan baik ucapan, perbuatan maupun taqrir beliau. Inilah jalan
satu-satunya jalan bagi orang orang mukmin untuk mewujudkan kebahagiaan di
dunia sekaligus di aqirat.
Firman allah dalam surat
al-hasyir yang artinya sbb:
“Apa yang telah di berikan rasul
kepadamu, dan apa yang di larang nya bagimu
maka tinggalkanlah(QS al-hasyir(59):7)”
Semua yang di
perintahkan oleh rasul itu membawa kemaslahatan bagi umat dan Semua yang di
larang oleh rasul , bila di jauhi akan mendatangkan bahagia. Karena rasul menerima
perintah-perintah dan larangan-larangan dari allah yang maha mengetahui
segalanya sesuatu yang terbaik bagi umat manusia dan segala aspek dan sisinya.
- Cinta Dan Benci Karena Allah
Segala bentuk
interaksi antar umat mukmin seyogyanya di landasi dengan cinta sebagai
konsekuensi keimanan yang semputna kepada allah. Namun di dalam masyarakat
mukmin masih ada segelintir orang yang melakukan perbuatan jahat dan melanggar
norma-norma yang menyerobot hak hak orang lain.
Untuk
menyikapi hal ini seorang mukmin dalam membenci dan mencintai sesame warga itu
dengan kerangka acuan agama allah , ia seharusnya mengorientasikan segala hal
yang di lakukan yang tidak di lakukannya dalam konteks hubungan di masyarakat
dalam meraih keridhoan allah sebab hal itu menjadi indicator sempurna tidaknya
iman seseorang.
Rasulullah
bersabda yang artinya sbb:
“Barangsiapa mencintai membenci
karena allah, serta member dan menahan
karena allah maka ia telah mencapai kesempurnaan iman.(Hr Abu Dawud)”.
Hadist diatas
memberikan petunjuk jelas mengenai hal-hal yang harus di lakukan oleh seorang
mukmin yang sempurna dalam tata pergaulan social di tengah masyarakat. Dengan
mencintai sesame karena allah dan membenci karenaNya manakala norma-norma
kesucianNya di langgar .
- Iman
Dan Pemberantasan Kemungkaran
Setiap
pelaku tindak kenistaan berarti telah berbuat kemungkaran, dan keimanan yang
sempurna kepada Allah menuntut keharusan melawan dan membasmi segala bentuk
kemungkaran dan kekuatan tangan, atau melalui lisan (teguran), atau sekedar
melakukan perlawanan dalam hati sesuai dengan batas batas kemampuan dan
kapasitas masing masing.
Para
pemegang kekuasaan menentang kemungkaran dengan otoritas dan wewenang yang
dimilikinya serta dengan aksi nyata penegakan supremasi hukum terhadap semua
tanpa pandang bulu. Sementara, para ulama’ (kaum intelektual) menentang
kemungkaran dengan kekuatan lisan (maupun tulisan) seerta dengan komitmen
menyuarakan kebenaran dalam dakwah mereka. Sedangkan individu (rakyat)
melakukan aksi berantas kemungkaran ddengan memberikan nasihat jika memang
mampu dan dengan komitmen menolak dan mensucikan hati mereka dari segala bentuk
kemungkaran.
- Iman Dan Jihad Di Jalan Allah
Ketika
kalangn anti Islam mengusik bahkan menyerang masyarakat Islam dengan tujuan
menginjak- injak kehormatannya atau merampas hak miliknya dan merendahkan
martabat rakyatnya maka masyarakat Islamakan melakukan perlawanan hingga titik
darah penghabisan. Hal ini tertjadi karena keimanan ke pada Allah dalam diri
mereka yang memantik api semangt untuk rela berkorban dengan berjihat di jalan
Allah. Karena itulah, Rasulullah memposisikan jihad di jalan Allah sebagai amal
yang paling afdhal.
Diriwayat
kan dari Abu hurairah bahwa Rasulullah pernah ditanya mengenai amal yang paling
afdhal, dan beliau menjawab,”beriman kepada Allah dan Rasullnya.” Beliau
ditanya lagi ,“kemudian apa lagi?”jihad di jalan Allah”.Beliau ditanya lagi
“selanjut nya apa?” haji yang mabrur.”(HR.Al-Bukhari).
- Iman Dan Antusiasme Terhadap Hal-Hal
Yang Bermanfa’at
Jika jihad
dijalan Allah merupakan amal yang paling di sisi Allah utama disisi Allah, dan
merupakan buah kesempurnaan iman kepada Allah maka antusiasme terhadap segala
hal yang bermanfaat bagi orang mukmin didunia dan akhirat juga termasuk
indicator kesempurnaan iman kepada Allah. Diriwayatkan dari Abu hurairah
,Rasulullah bersabda :
Mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dar ipada Mukmin yang lemah.
Masing-masing memiliki sisi yang positif. Bersemangat lah terhadap hal-hal yang
bermanfaat bagimu sambil minta tolong lah kepada Allah, dan jangn loyo. Jika
tertimpa suatu musibah, jangan katakana: seandainya saya berbuat begini begitu,
niscaya tidak akan menjadi begini begitu, akantetapi katakana lah: ini adalah
takdir Allah dan apa yang telah dikehendakinya pasti terlaksana sebab ungkapan
andai-andai akan membuka godaan bagi godaan setan.
Tidak di
ragukan lagi bahwa menghiasi diri dengan perilaku keutamaan dan menjauhkan diri
dari peilaku kenistaan merupakan hal yang bermanfaat bagi orang mukmin dalam
urusan agama dan dunianya sehingga harus di lakukan deengan penuh antusiasme.
- Iman Dan Komitmen Menjauhi Perilaku
Buruk
Jika iman
kepada Allah belum sempurna kecuali dengan semangat dan kesungguhan seorang
mukmin dalam menghiasi dirinya dengan setiap perilaku luhur dan utama maka ini
tentu saja
Berarti
bahwa seorang mukmin paripurna selalu menjauhkan diri dari segala perilaku
buruk yang dilarang oleh syara’. Karena itu dalam momentum Bai’at Aqabah
pertama, Rasulullah membai’at para sahabat nya untuk tidak menyekutukan Allah,
dan menjauhi perilaku buruk dan hal-hal yang biasa menjerumuskan dalam lembah
kenistaan agar iman mereka sempurna. Diriwayatkan dari Ubaidah bin ash-Shamit,
Rasulullah bersabda dihadapan sejumlah sahabat yang mengelilinginya ,”
Berbai’atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidakn
membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, dan
tidak berbuat maksiat dalam perkara yang makruf. Barang siapa diantara kalian
yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barang siapa yang melanggar
dari hal tersebut Allah menghukumnya didunia maka itu kafarat baginya, dan
barang siapa yang melanggar satu diantara hal-hal tersebut kemudian Allah
menuutpinya (tidak menghukumnya di dunia) maka statusnya tergantung pada Allah
; jika mau dia akan memaafkannya dan jika mau dia juga bisa menyiksanya’.
Kamipun berjanji setia dihadapan neliau atas hal-hal tersebut.”(Al-Bukhari).
Lebih
tegasnya, kesempurnaan iman menuntuk komitmen pantang melakukan
perilaku-perilaku buruk (nista). Rasulullah bersabda: tidak dikatakan beriman
seseorang pezina ketika berzina, tidak dikatakan beriman seorang pencuri dan
tidak dikatakan beriman seorang peminum khamr ketika ia meminumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
mencapai iman yang sempurna maka seseorang bukan hanya percaya kalau tuhan itu
ada, tetapi seseorang harus mampu menentang nafsu yang mengajak keburukan, mengerjakan
amal-amal saleh, mengikuti sunnah-sunah rasullulah, mencintai atau membenci
sesuatu harus semata-mata karena allah, menuntut keharusan melawan dan membasmi
segala bentuk kemungkaran dengan berbagai cara, melakukan hal hal yang
bermanfaat dan membela dengan sungguh-sungguh apabila ada seseorang atau
kelompok yang akan menghancurkan islam dari dalam maupun dari luar.
B.
SARAN
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritikan
dan saran yang sifatnya membangun untuk agar kedepannya lebih baik lagi,
mungkin hanya itu yang dapat penulis sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurcholish
Madjid, Islam Doktrin &Peradaban, edisi
VI, Jakarta, 2008
Mohammad
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta,
1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar