Dalam islam zakat merupakan rukun islam yang ke empat, yang berarti menjadi ibadah wajib yang harus ditunaikan/dikerjakan bagi umat islam, selain membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan sholat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji bagi yang mampu. berikut akan coba dijelaskan tentang pengertian, manfaat, serta jenis-jenis zakat menurut ilmu Psikologi manusia.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk
ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki
makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar manusia dapat mengemban
dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah
untuk beribadah kepada-Nya.
Dalam islam sendiri zakat
merupakan rukun islam yang ke empat, yang berarti membayar zakat merupakan perintah yang wajib
dalam agama islam, namun dibalik itu semua
Allah SWT memberikan printah kepada kita umatnya tentu memiliki kebaikan - kebaikan bagi umat manusia itu
sendiri. Banyak diantara kita yang berfikir bahwa perintah agama yang kita
kerjakan hanyalah sebatas perintah saja, terutama dalam hal zakat.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai zakat yang akan
ditinjau dari sudut pandang psikologi yang tentunya banyak memberikan dampak baik bagi
orang yang mengerjakanya.
B.
Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh zakat dalam bidang psikologi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Psikologi
Zakat
1.
Pengertian Psikologi
Psikologi
berasal dari perkataan yunani psyce yang artinya jiwa, dan logos yang artinya
ilmu. Jadi secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya (
ilmu jiwa ). Secara umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
2. Pengerian
Zakat
Zakat adalah
kata bahasa Arab “az-zakâh”. Ia adalah masdar dari fi’il madli “zakâ”, yang
berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Ia juga bermakna suci. Dengan makna
ini Allah berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا (الشمس: 9)
Artinya: “Sungguh beruntung orang
yang mensucikan hati”. (QS. As-Syams: 9)
Secara istilah
fiqhiyah, zakat ialah sebuah ungkapan untuk seukuran yang telah ditentukan dari
sebagian harta yang wajib dikeluarkan dan diberikan kepada golongan-golongan
tertentu, ketika telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Harta ini
disebut zakat karena sisa harta yang telah dikeluarkan dapat berkembang
lantaran barakah doa orang-orang yang menerimanya. Juga karena harta yang
dikeluarkan adalah kotoran yang akan membersihkan harta seluruhnya dari syubhat
dan mensucikannya dari hak-hak orang lain di dalamnya.
Selain nama zakat, berlaku pula
nama shadaqah. Shadaqah mempunyai dua makna. Pertama ialah harta yang
dikeluarkan dalam upaya mendapatkan ridho Allah. Makna ini mencakup shadaqah
wajib dan shadaqah sunnah (tathawwu’). Kedua adalah sinonim dari zakat. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ (التوبة : 60)
Artinya: “Sesungguhnya
shadaqah-shadaqah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)
Makna
As-Shadaqat dalam ayat tersebut adalah shadaqah yang wajib (zakat), bukan
shadaqah tathawwu’.
Selanjutnya makna shadaqah
disesuaikan dengan konteks pembicaraan dan pembahasannya. Jika konteknya adalah
zakat, maka shadaqah berarti zakat dan begitu pula sebaliknya.
B.
Hikmah
Dan Fungsi Zakat
Hikmah dan
fungsi zakat sangat banyak dan tidak dapat dimuat secara keseluruhan dalam
lembar-lembar makalah ini. Yang jelas, secara global hikmah dan fungsinya
kembali kepada kebaikan pemberi dan penerima zakat, yang pada tahap
selanjutnya, memberikan kebaikan dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh.
Berikut adalah sebagian hikmah dan fungsi zakat:
1.
Hikmah zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
a.
Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada
dengan mereka yang miskin.
b.
Pilar amal jama’i antara mereka yang berada dengan para
mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat
Allah SWT.
c.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
d.
Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang
jahat.
e.
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
f.
Untuk pengembangan potensi ummat
g.
Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
h.
Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna
bagi ummat.
2.
Fungsi zakat
a.
Faedah Diniyah (segi agama)
Dengan berzakat berarti
telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba
kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya
yang memuat beberapa macam ketaatan.
Pembayar zakat akan
mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang
artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah:
276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq “alaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan
kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang
pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
b.
Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
Menanamkan sifat kemuliaan,
rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah
(belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang
bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan
dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai
dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
c.
Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi
hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar
negara di dunia.
Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan
mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat,
salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan
rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya
jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta
untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan
mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk
mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara
si kaya dan si miskin.
Zakat akan
memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
Membayar
zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta
dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang
mengambil manfaat.
Zakat dapat
membiasakan muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat dermawan, dan melepaskan
dirinya dari sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu merasakan manfaatnya,
serta menyadari bahwa zakat mampu mengembangkan harta yang dimiliki.
Zakat dapat
memperkuat jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki dan orang lain.
Jika kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap muslim sadar diri
untuk menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih sayang, kuatnya
persatuan, dan teguhnya persaudaraan.
Zakat mampu
memperkecil jarak kesenjangan sosial, menghilangkan kecemburuan sosial dan
meredam tingkat kejahatan.
Zakat mampu mengentaskan
kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil angka pengangguran dan membangkitkan
geliat perekonomian.
Zakat adalah sarana yang paling
manjur dalam mensucikan hati dari sifat-sfat dengki, hasud dan dendam, dimana
ketiga sifat ini adalah penyakit utama masyarakat yang paling mematikan. Dalam
hal ini Allah berfirman:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا (التوبة: 103)
Artinya: “ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka”. (QS. At-Taubah: 103)
Zakat menghilangkan sifat cinta
dunia, yang merupakan sumber segala kesalahan
Zakat adalah pelebur dosa dan
penyembuh berbagai macam penyakit
C.
Hukum
Zakat
Zakat merupakan salah satu
rukun islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti
shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur’an
dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan
yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
- Jenis
Zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
1.
Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul
Fitri pada bulan Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5
kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2.
Zakat maal (harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil
laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri.
Yang berhak menerima
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:
1.
Fakir – Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2.
Miskin – Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3.
Amil – Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.
Mu’allaf – Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan
bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
5.
Hamba Sahaya – yang ingin memerdekakan dirinya
6.
Gharimin – Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal
dan tidak sanggup untuk memenuhinya
7.
Fisabilillah – Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal:
dakwah, perang dsb)
8.
Ibnu sabil – Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Yang tidak berhak menerima zakat
1.
Orang kaya. Rasulullah bersabda, “Tidak halal mengambil
sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.”
(HR Bukhari).
2.
Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan
dari tuannya.
3.
Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim).
4.
Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan
istri.
5.
Orang kafir.
E.
Zakat
Dan Kesehatan Mental
Indahnya ibadah dalam Islam,
tidak hanya berkenaan dengan hubungan kita dengan Pencipta, tetapi juga erat
hubungannya dengan kesejahteraan jiwa diri kita sendiri. Mengapa, misalnya,
kita diperintahkan untuk shalat, berpuasa, dan bersedekah? Alasan yang dapat
kita pahami adalah ibadah yang kita jalankan untuk Allah mengandung manfaat
bagi diri dan orang-orang di sekitar kita. Salah satu ibadah wajib yang akan
kita bahas di sini adalah zakat. Tahukah kalian tentang rahasia zakat.
Zakat adalah sedekah yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Zakat yang sering kita kenal adalah
zakat fitrah yang dikeluarkan selama Ramadhan. Selain itu ada zakat lainnya
yang sering luput dari pandangan kita, misalnya zakat profesi. Sebagai ibadah,
zakat tidak hanya berkontribusi pada kemakmuran umat Islam karena menyentuh
langsung perekonomian umat, tetapi juga bermanfaat bagi keselamatan dan
kesejahteraan jiwa pemberinya. Manfaat psikologis yang bisa kita rasakan dengan
berzakat, seperti mengingatkan diri kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki,
menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti serakah, kikir, dan sombong,
dan menghilangkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Saat ini dunia dilanda
banyak kesusahan. Tuntutan hidup yang semakin besar, kompetisi dengan sesama
untuk dapat tetap bertahan, meningkatnya individualisme, jarak yang semakin
besar antara si kaya dan miskin, dan melemahnya dukungan sosial… semua itu
berkontribusi pada terjadinya berbagai masalah sosial yang berdifat patologis.
Yang sering kita temui adalah meningkatnya penderita gangguan mental (mental
disorder), koruptor, pelaku kejahatan, dan pengguna narkoba yang semua itu
dilatarbelakangi oleh ketidaktenangan jiwa karena adanya penyakit dalam hati
mereka. Iri hati pada orang lain, serakah dan kikir atas harta yang dimiliki,
cinta dunia, tidak bersyukur, tidak ikhlas dan sabar menghadapi cobaan hidup,
perasaan tidak aman karena ancaman orang lain, dan berbagai masalah hati
lainnya, semuanya melatarbelakangi terjadinya mental yang sakit.
Solusi atas masalah itu telah ada di depan mata kita,
yaitu dengan berzakat.
Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensuckan mereka, dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. (QS At Taubah: 103). Zakat mensucikan diri kita dari penyakit-penyakit
yang mengotori hati kita. Zakat mengajarkan kita untuk tidak cinta dunia,
serakah dan kikir. Zakat melembutkan hati kita untuk peka pada sesama yang
membutuhkan uluran tangan dan membuat kita bersyukur atas apa yang Allah
Berikan sebagai rezeki. Mereka yang menerima zakat kita pun merasa bahagia,
mereka besyukur pula dan senantiasa mendoakan kita. Sebagian harta kita yang
menjadi hak mereka sudah kita berikan, ini tentu memberikan keselamatan bagi
jiwa dan harta kita dari orang-orang yang ingin mendapatkan hak mereka dengan
cara yang tidak benar. Inilah penjagaan dan pertolongan Allah karena kita
menolong agama-Nya.
F.
Zakat
Sebagai Terapi Kegelisahan Jiwa
Untuk menjelaskan zakat sebagai terapi kegelisahan jiwa,
maka penulis akan menjelaskannya dengan mengutip kisah dari salah satu tokoh
pendidikan islam.
Prof. Dr. Hj. Zakiah
Daradjat telah tiada. Tokoh pendidikan Islam kelahiran Bukit tinggi Sumatera
Barat itu wafat Selasa
15 Januari 2013
dalam usia 83 tahun di Jakarta. Zakiah memperoleh gelar Doktor (Ph.D) di
bidang Mental Hygiene dari
Ein Shams University Cairo (1964) dengan disertasi,
“Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak”.
Guru Besar Ilmu Jiwa Agama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu dikenang sebagai pelopor Psikologi Islam di
Indonesia. Dia telah banyak berbuat melalui birokrasi, perguruan tinggi,
dakwah, praktik konsultasi keluarga, dan tulisan-tulisannya dalam memasyarakatkan nilai-nilai
Islam untuk pembangunan keluarga dan pembinaan nilai-nilai
moral di Indonesia.
Zakiah Daradjat meninggalkan
puluhan buku sebagai warisan cultural bagi generasi mendatang. Salah satu bukunya, “Zakat
Pembersih Harta dan Jiwa” (1992) yang membahas hubungan zakat dengan kesehatan
mental, disertai contoh yang
terjadi dalam kehidupan
nyata. Ibu Zakiah Daradjat pernah menceritakan kepada penulis, latar
belakang beliau menyusun buku dengan judul tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari, ada orang yang mengeluh, cemas dan gelisah tanpa sebab, padahal
orang itu kaya atau berkecukupan. Orang mengatakan,”…mungkin selama
ini dia tidak mengeluarkan zakat.” Zakiah terinspirasi menghadirkan
buku, “Zakat Pembersih Harta dan Jiwa”.
Dalam buku
itu Zakiah Daradjat mengajak
pembaca memetik hikmah, seorang perempuan kaya di usia tuanya mengeluh
kesehatannya terganggu. Selera makan hilang dan tidur tidak nyenyak. Dia telah
berobat kepada beberapa dokter spesialis, namun tidak sembuh. Hampir tiap hari
merasa penyakitnya bertambah berat. Seorang temannya berkata: ”Barangkali Anda
tidak menunaikan zakat.” Tentu saja ditangkisnya tuduhan itu. Dia merasa telah
mengeluarkan zakat, hampir setiap hari
dia berzakat. Namun dalam hati kecilnya timbul
kegelisahan. Untuk menghilangkan
kegelisahan, dia datang ke tempat praktik konsultasi Zakiah Daradjat. Terjadilah
dialog sebagai berikut:
”Benarkah
penyakit saya ini disebabkan
karena tidak berzakat?”, tanyanya.
”Mengapa Anda bertanya demikian?”
”Belakangan ini
saya sering sakit. Macam-macam penyakit
yang datang. Obat yang diberikan dokter, tidak ada yang menolong. Saya
ceritakan kepada teman, justru saya dikatakannya tidak menunaikan zakat. Padahal saya selalu
berzakat. Setiap ada orang minta sumbangan, selalu saya beri.”
”Bagaimana Anda menentukan berapa zakat yang wajib
Anda keluarkan?”
”Yah, itu tidak saya hitung. Yang penting hampir setiap hari saya
mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah, kadang-kadang lebih.”
”Yang Anda berikan kepada orang miskin
atau peminta sumban- gan dengan cara seperti itu, bukanlah
zakat, akan tetapi shadaqah atau sumbangan sukarela. Anda berpahala dengan
shadaqah atau sumbangan seperti itu. Akan tetapi, kewajiban Anda untuk
mengeluarkan zakat dengan cara
demikian, belum terlaksana.”
Wanita itu terdiam. Ia tersentak dan menyesali
dirinya. Mengapa selama ini tidak menanyakan kepada orang yang mengerti masalah zakat.
Menurut Zakiah Daradjat,
”Pada dasarnya harta memang menunjang kehidupan manusia. Sebaliknya, harta
dapat berubah menjadi penyebab kegelisahan, perselisihan dan permu- suhan.
Karena harta, orang berkelahi. Karena harta, hubungan persaudaraan menjadi
renggang, bahkan karena harta, hubungan
keluarga menjadi putus. Tidak jarang, perselisihan anak dan orangtua terjadi disebabkan harta.
Sebetulnya, bukan harta yang menjadi penyebab. Sebabnya mungkin cara
mendapatkan harta
itu yang tidak benar,
atau sebagian kecil
dari harta itu yang
sesungguhnya milik orang lain, tidak dikeluarkan.”
”Disinilah peranan zakat.
Manfaat zakat bagi penerimanya sudah jelas, membantunya dalam memenuhi
keperluan hidup yang tidak dapat
dipenuhinya sendiri. Sedangkan manfaat zakat bagi yang menunaikannya cukup
banyak, terutama dalam menjadikan hidup
bersih dan sehat. Boleh jadi
orang tidak pernah menyangka bahwa zakat mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan, baik jasmani
maupun rohani. Memang ada sementara orang yang menjadi kaya atau banyak
harta, menjauh dari orang miskin dan kurang perhatian kepada kegiatan sosial
ke- masyarakatan. Ia terasing dari lingkungannya.”
Seringkali cinta kepada
harta menyebabkan seseorang menahan zakat
yang akan mengurangi
harta atau pendapatannya. Sebuah kejadian tragis dialami seorang eksekutif muda berusia 38 tahun, seperti dikenang
Zakiah Daradjat dalam bukunya
di atas. Karirnya cukup bagus. Gajinya melebihi kebutuhan hidupnya.
Punya rumah dan mobil pribadi. Anak- anaknya bersekolah di sekolah yang baik.
Adapun tentang zakat pendapa- tan atau zakat profesi, dia mempunyai
pendirian lain. Menurutnya, dia tidak wajib mengeluarkan zakat itu, karena di zaman Nabi hal demikian
tidak diatur.
Kehidupannya berjalan
lancar tanpa menghiraukan zakat. Sampai beberapa tahun kemudian, ketika
mencapai usia 45 tahun, kesehatannya menurun. Menurut diagnose dokter, dia sebetulnya diserang psikosomatik, yakni
gangguan kejiwaan yang mengakibatkan gejala fisik. Karir yang tadinya bersinar mulai redup. Di
kantor, dia tidak lagi diberi jabatan pimpinan.
Kesehatannya makin lama
makin memburuk. Timbul penyesalan, mengapa salah satu Rukun Islam, yaitu mengeluarkan zakat, tidak
ditunaikannya. Ia ingin membayar zakat yang telah terlalu banyak bertumpuk.
Akan tetapi penghasilannya telah jauh
berkurang, sementara harta yang ada harus dipertahankannya untuk
biaya anak-anaknya yang telah menjadi remaja.
Kegelisahan terus
membebaninya. Zakat terhutang tidak mungkin dibayar lagi. Dia meninggal
dunia membawa perasaan berhutang kepada Allah.
Membawa utang zakat
yang tidak akan pernah
terbayar, kecuali bila
anak-anaknya mau membayar utang zakat
ayahnya.
Ada hubungan zakat dan
kesehatan, terutama kesehatan mental, demikian Zakiah Daradjat
menyimpulkan. Dalam Al Quran
ditegaskan, ”Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu member- sihkan dan mensucikan mereka, dan men- doalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu menjadi
ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah (9): 103).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikologi zakat membahas mengenai perintah ALLAH SWT
yakni zakat yang dilihat dari sudut pandang psikologi. zakat memiliki fungsi
dan hikmah yang sangat banyak bagi kita yang melaksanakannya. Baik kebaikan
yang diberikan oleh Allah SWT. Maupun kebaikan dari sesama insane Allah diatas
dunia ini.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah makalah
yang dibuat masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis sangat berharap makalah
ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu bagi pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/04/makalah-zakat-definisi-sejarah-hukum.html
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/zakat-sebagai-terapi-kegelisahan-jiwa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar