.::Selamat datang di djamilawaludin.blogspot.co.id semoga sehat dan sukses selalu::.

Sabtu, 24 Mei 2014

Zakat Dilihat Dari Sudut Pandang Psikologi


Dalam islam zakat merupakan rukun islam yang ke empat, yang berarti menjadi ibadah wajib yang harus ditunaikan/dikerjakan bagi umat islam, selain membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan sholat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji bagi yang mampu. berikut akan  coba dijelaskan  tentang pengertian, manfaat, serta jenis-jenis zakat menurut ilmu Psikologi manusia. 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Dalam islam sendiri zakat merupakan rukun islam yang ke empat, yang berarti  membayar zakat merupakan perintah yang wajib dalam agama islam, namun  dibalik  itu  semua Allah SWT  memberikan  printah kepada kita umatnya tentu memiliki  kebaikan - kebaikan bagi umat manusia itu sendiri. Banyak diantara kita yang berfikir bahwa perintah agama yang kita kerjakan hanyalah sebatas perintah saja, terutama dalam hal zakat.
Dalam makalah  ini akan dibahas mengenai zakat yang akan ditinjau dari sudut pandang psikologi yang  tentunya banyak memberikan dampak baik bagi orang yang mengerjakanya.

B.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh zakat dalam bidang psikologi manusia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Psikologi Zakat
1.       Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan yunani psyce yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya ( ilmu jiwa ). Secara umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
2.       Pengerian Zakat
Zakat adalah kata bahasa Arab “az-zakâh”. Ia adalah masdar dari fi’il madli “zakâ”, yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Ia juga bermakna suci. Dengan makna ini Allah berfirman:


قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا (الشمس: 9)

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan hati”. (QS. As-Syams: 9)

Secara istilah fiqhiyah, zakat ialah sebuah ungkapan untuk seukuran yang telah ditentukan dari sebagian harta yang wajib dikeluarkan dan diberikan kepada golongan-golongan tertentu, ketika telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Harta ini disebut zakat karena sisa harta yang telah dikeluarkan dapat berkembang lantaran barakah doa orang-orang yang menerimanya. Juga karena harta yang dikeluarkan adalah kotoran yang akan membersihkan harta seluruhnya dari syubhat dan mensucikannya dari hak-hak orang lain di dalamnya.
Selain nama zakat, berlaku pula nama shadaqah. Shadaqah mempunyai dua makna. Pertama ialah harta yang dikeluarkan dalam upaya mendapatkan ridho Allah. Makna ini mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnah (tathawwu’). Kedua adalah sinonim dari zakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ (التوبة : 60)

Artinya: “Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)

Makna As-Shadaqat dalam ayat tersebut adalah shadaqah yang wajib (zakat), bukan shadaqah tathawwu’.
Selanjutnya makna shadaqah disesuaikan dengan konteks pembicaraan dan pembahasannya. Jika konteknya adalah zakat, maka shadaqah berarti zakat dan begitu pula sebaliknya.

B.     Hikmah Dan Fungsi Zakat
Hikmah dan fungsi zakat sangat banyak dan tidak dapat dimuat secara keseluruhan dalam lembar-lembar makalah ini. Yang jelas, secara global hikmah dan fungsinya kembali kepada kebaikan pemberi dan penerima zakat, yang pada tahap selanjutnya, memberikan kebaikan dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh. Berikut adalah sebagian hikmah dan fungsi zakat:

1.      Hikmah zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
a.       Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
b.      Pilar amal jama’i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
c.       Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
d.      Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
e.       Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
f.       Untuk pengembangan potensi ummat
g.      Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
h.      Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
2.      Fungsi zakat
a.       Faedah Diniyah (segi agama)
Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq “alaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
b.      Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
c.       Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
      Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
      Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
Zakat dapat membiasakan muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat dermawan, dan melepaskan dirinya dari sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu merasakan manfaatnya, serta menyadari bahwa zakat mampu mengembangkan harta yang dimiliki.
Zakat dapat memperkuat jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki dan orang lain. Jika kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap muslim sadar diri untuk menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih sayang, kuatnya persatuan, dan teguhnya persaudaraan.
Zakat mampu memperkecil jarak kesenjangan sosial, menghilangkan kecemburuan sosial dan meredam tingkat kejahatan.
Zakat mampu mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil angka pengangguran dan membangkitkan geliat perekonomian.
Zakat adalah sarana yang paling manjur dalam mensucikan hati dari sifat-sfat dengki, hasud dan dendam, dimana ketiga sifat ini adalah penyakit utama masyarakat yang paling mematikan. Dalam hal ini Allah berfirman:



خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا (التوبة: 103)

Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS. At-Taubah: 103)
Zakat menghilangkan sifat cinta dunia, yang merupakan sumber segala kesalahan
Zakat adalah pelebur dosa dan penyembuh berbagai macam penyakit

C.    Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

  1. Jenis Zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
1.      Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2.      Zakat maal (harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Yang berhak menerima
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:
1.      Fakir – Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2.      Miskin – Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3.      Amil – Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.      Mu’allaf – Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
5.      Hamba Sahaya – yang ingin memerdekakan dirinya
6.      Gharimin – Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya
7.      Fisabilillah – Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
8.      Ibnu sabil – Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Yang tidak berhak menerima zakat
1.      Orang kaya. Rasulullah bersabda, “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari).
2.      Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
3.      Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim).
4.      Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
5.      Orang kafir.

E.     Zakat Dan Kesehatan Mental
Indahnya ibadah dalam Islam, tidak hanya berkenaan dengan hubungan kita dengan Pencipta, tetapi juga erat hubungannya dengan kesejahteraan jiwa diri kita sendiri. Mengapa, misalnya, kita diperintahkan untuk shalat, berpuasa, dan bersedekah? Alasan yang dapat kita pahami adalah ibadah yang kita jalankan untuk Allah mengandung manfaat bagi diri dan orang-orang di sekitar kita. Salah satu ibadah wajib yang akan kita bahas di sini adalah zakat. Tahukah kalian tentang rahasia zakat.
Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Zakat yang sering kita kenal adalah zakat fitrah yang dikeluarkan selama Ramadhan. Selain itu ada zakat lainnya yang sering luput dari pandangan kita, misalnya zakat profesi. Sebagai ibadah, zakat tidak hanya berkontribusi pada kemakmuran umat Islam karena menyentuh langsung perekonomian umat, tetapi juga bermanfaat bagi keselamatan dan kesejahteraan jiwa pemberinya. Manfaat psikologis yang bisa kita rasakan dengan berzakat, seperti mengingatkan diri kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki, menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti serakah, kikir, dan sombong, dan menghilangkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Saat ini dunia dilanda banyak kesusahan. Tuntutan hidup yang semakin besar, kompetisi dengan sesama untuk dapat tetap bertahan, meningkatnya individualisme, jarak yang semakin besar antara si kaya dan miskin, dan melemahnya dukungan sosial… semua itu berkontribusi pada terjadinya berbagai masalah sosial yang berdifat patologis. Yang sering kita temui adalah meningkatnya penderita gangguan mental (mental disorder), koruptor, pelaku kejahatan, dan pengguna narkoba yang semua itu dilatarbelakangi oleh ketidaktenangan jiwa karena adanya penyakit dalam hati mereka. Iri hati pada orang lain, serakah dan kikir atas harta yang dimiliki, cinta dunia, tidak bersyukur, tidak ikhlas dan sabar menghadapi cobaan hidup, perasaan tidak aman karena ancaman orang lain, dan berbagai masalah hati lainnya, semuanya melatarbelakangi terjadinya mental yang sakit.
Solusi atas masalah itu telah ada di depan mata kita, yaitu dengan berzakat.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensuckan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. (QS At Taubah: 103). Zakat mensucikan diri kita dari penyakit-penyakit yang mengotori hati kita. Zakat mengajarkan kita untuk tidak cinta dunia, serakah dan kikir. Zakat melembutkan hati kita untuk peka pada sesama yang membutuhkan uluran tangan dan membuat kita bersyukur atas apa yang Allah Berikan sebagai rezeki. Mereka yang menerima zakat kita pun merasa bahagia, mereka besyukur pula dan senantiasa mendoakan kita. Sebagian harta kita yang menjadi hak mereka sudah kita berikan, ini tentu memberikan keselamatan bagi jiwa dan harta kita dari orang-orang yang ingin mendapatkan hak mereka dengan cara yang tidak benar. Inilah penjagaan dan pertolongan Allah karena kita menolong agama-Nya.

F.     Zakat Sebagai Terapi Kegelisahan Jiwa
Untuk menjelaskan zakat sebagai terapi kegelisahan jiwa, maka penulis akan menjelaskannya dengan mengutip kisah dari salah satu tokoh pendidikan islam.
Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat telah tiada. Tokoh pendidikan Islam kelahiran Bukit tinggi   Sumatera   Barat   itu wafat  Selasa  15  Januari  2013  dalam usia 83 tahun di Jakarta. Zakiah memperoleh gelar Doktor (Ph.D) di bidang Mental  Hygiene  dari  Ein  Shams  University Cairo (1964) dengan disertasi, “Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak”.
Guru Besar Ilmu Jiwa Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu dikenang sebagai pelopor Psikologi Islam di Indonesia. Dia telah banyak berbuat melalui birokrasi, perguruan tinggi, dakwah, praktik konsultasi keluarga, dan tulisan-tulisannya  dalam memasyarakatkan  nilai-nilai  Islam untuk pembangunan keluarga dan pembinaan  nilai-nilai  moral  di Indonesia.
Zakiah Daradjat meninggalkan puluhan buku sebagai warisan cultural bagi generasi  mendatang. Salah satu bukunya, “Zakat Pembersih Harta dan Jiwa” (1992) yang membahas hubungan zakat dengan kesehatan mental, disertai contoh yang  terjadi  dalam  kehidupan  nyata. Ibu Zakiah Daradjat pernah menceritakan kepada penulis, latar belakang beliau menyusun buku dengan judul tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang mengeluh, cemas dan gelisah tanpa sebab, padahal orang itu kaya atau berkecukupan. Orang mengatakan,”…mungkin  selama  ini dia tidak mengeluarkan zakat.” Zakiah terinspirasi  menghadirkan  buku, “Zakat Pembersih Harta dan Jiwa”.
Dalam  buku  itu Zakiah  Daradjat mengajak pembaca memetik hikmah, seorang perempuan kaya di usia tuanya mengeluh kesehatannya terganggu. Selera makan hilang dan tidur tidak nyenyak. Dia telah berobat kepada beberapa dokter spesialis, namun tidak sembuh. Hampir tiap hari merasa penyakitnya bertambah berat. Seorang temannya berkata: ”Barangkali Anda tidak menunaikan zakat.” Tentu saja ditangkisnya  tuduhan itu. Dia merasa telah mengeluarkan  zakat, hampir setiap hari dia berzakat. Namun dalam hati  kecilnya  timbul  kegelisahan. Untuk   menghilangkan kegelisahan, dia datang ke tempat praktik konsultasi Zakiah Daradjat.  Terjadilah  dialog sebagai berikut:
”Benarkah  penyakit  saya ini disebabkan karena tidak berzakat?”, tanyanya.
”Mengapa Anda bertanya demikian?”
”Belakangan  ini saya sering sakit. Macam-macam  penyakit yang datang. Obat yang diberikan dokter, tidak ada yang menolong. Saya ceritakan kepada teman, justru saya dikatakannya  tidak menunaikan zakat. Padahal saya selalu berzakat. Setiap ada orang minta sumbangan, selalu saya beri.”
”Bagaimana Anda menentukan berapa zakat yang wajib Anda keluarkan?”
”Yah, itu tidak saya hitung.  Yang penting hampir setiap hari saya mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah, kadang-kadang lebih.”
”Yang Anda berikan kepada orang  miskin  atau  peminta  sumban- gan dengan cara seperti itu, bukanlah zakat, akan tetapi shadaqah atau sumbangan sukarela. Anda berpahala dengan shadaqah atau sumbangan seperti itu. Akan tetapi, kewajiban Anda  untuk  mengeluarkan  zakat dengan cara demikian, belum terlaksana.”
Wanita itu terdiam. Ia tersentak dan menyesali dirinya. Mengapa selama  ini tidak  menanyakan  kepada orang yang mengerti masalah zakat.
Menurut Zakiah Daradjat, ”Pada dasarnya harta memang menunjang kehidupan manusia. Sebaliknya, harta dapat berubah menjadi penyebab kegelisahan, perselisihan dan permu- suhan. Karena harta, orang berkelahi. Karena harta, hubungan persaudaraan menjadi renggang,  bahkan karena harta, hubungan keluarga menjadi putus. Tidak jarang, perselisihan  anak dan orangtua terjadi disebabkan harta. Sebetulnya, bukan harta yang menjadi penyebab. Sebabnya mungkin cara mendapatkan   harta   itu   yang   tidak benar,  atau  sebagian  kecil  dari  harta itu  yang  sesungguhnya   milik  orang lain, tidak dikeluarkan.”
”Disinilah peranan zakat. Manfaat zakat bagi penerimanya sudah jelas, membantunya dalam memenuhi keperluan  hidup yang tidak dapat dipenuhinya sendiri. Sedangkan manfaat zakat bagi yang menunaikannya cukup banyak, terutama dalam menjadikan hidup  bersih dan sehat.  Boleh jadi orang tidak pernah menyangka bahwa zakat mempunyai pengaruh terhadap kesehatan,  baik  jasmani  maupun rohani. Memang ada sementara orang yang menjadi kaya atau banyak harta, menjauh dari orang miskin dan kurang perhatian kepada kegiatan sosial ke- masyarakatan. Ia terasing dari lingkungannya.”
Seringkali cinta kepada harta menyebabkan seseorang menahan zakat   yang  akan  mengurangi   harta atau pendapatannya. Sebuah kejadian tragis dialami seorang eksekutif  muda berusia 38 tahun, seperti dikenang Zakiah Daradjat  dalam  bukunya  di atas. Karirnya cukup bagus. Gajinya melebihi kebutuhan hidupnya. Punya rumah dan mobil pribadi. Anak- anaknya bersekolah di sekolah yang baik. Adapun tentang zakat pendapa- tan atau zakat profesi, dia mempunyai pendirian  lain. Menurutnya,  dia tidak wajib mengeluarkan  zakat itu, karena di zaman Nabi hal demikian tidak diatur.
Kehidupannya  berjalan  lancar tanpa menghiraukan zakat. Sampai beberapa tahun kemudian, ketika mencapai usia 45 tahun, kesehatannya menurun. Menurut diagnose dokter, dia  sebetulnya diserang psikosomatik, yakni gangguan kejiwaan yang mengakibatkan gejala fisik.    Karir yang tadinya bersinar mulai redup. Di kantor, dia tidak lagi diberi jabatan pimpinan.
Kesehatannya makin lama makin memburuk. Timbul penyesalan, mengapa salah satu Rukun   Islam, yaitu mengeluarkan zakat, tidak ditunaikannya. Ia ingin membayar zakat yang telah terlalu banyak bertumpuk. Akan tetapi penghasilannya  telah jauh berkurang,  sementara  harta yang ada harus dipertahankannya untuk biaya anak-anaknya yang telah menjadi remaja.
Kegelisahan  terus  membebaninya. Zakat terhutang tidak mungkin dibayar lagi. Dia meninggal dunia membawa perasaan berhutang kepada Allah.  Membawa   utang  zakat  yang tidak  akan  pernah  terbayar,  kecuali bila anak-anaknya  mau membayar utang zakat ayahnya.
Ada hubungan zakat dan kesehatan, terutama kesehatan mental, demikian Zakiah Daradjat menyimpulkan.  Dalam  Al Quran  ditegaskan, ”Ambillah   zakat   dari   sebagian   harta mereka,  dengan  zakat  itu kamu  member- sihkan dan mensucikan  mereka, dan men- doalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi  ketenteraman  jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah (9): 103).

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Psikologi zakat membahas mengenai perintah ALLAH SWT yakni zakat yang dilihat dari sudut pandang psikologi. zakat memiliki fungsi dan hikmah yang sangat banyak bagi kita yang melaksanakannya. Baik kebaikan yang diberikan oleh Allah SWT. Maupun kebaikan dari sesama insane Allah diatas dunia ini.
B.     Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah makalah yang dibuat masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis sangat berharap makalah ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu bagi pembacanya.


DAFTAR PUSTAKA

http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/04/makalah-zakat-definisi-sejarah-hukum.html
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/zakat-sebagai-terapi-kegelisahan-jiwa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar